SIKLUS-INDONESIA.ID, GORONTALO – Proyek pembangunan Kanal Banjir Tanggidaa, yang menggunakan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), kini tengah menjadi sorotan akibat dugaan kasus korupsi.
Berdasarkan hasil audit awal, proyek ini diduga telah merugikan negara dalam jumlah yang signifikan. Dan saat ini, Kejaksaan tengah melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan tersebut.
Meskipun kasus ini masih dalam tahap penyelidikan, proyek tetap dilanjutkan dengan penunjukan kontraktor baru. Namun, penunjukan tersebut dilakukan tanpa melalui prosedur yang transparan. Sehingga, memicu banyak pertanyaan dari berbagai kalangan.
Banyak pihak meragukan legalitas proses ini, terutama karena proyek tersebut masih berada dalam ranah hukum.
Di lapangan, muncul pula masalah terkait penerapan standar keselamatan kerja (K3). Sejumlah pekerja ditemukan tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai, sementara beberapa area proyek yang menggunakan alat berat tidak dilengkapi dengan safety line.
Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya pengaturan lalu lintas di sekitar lokasi, yang terletak di pusat kota, meski proyek tersebut berpotensi mengganggu keamanan dan kelancaran lalu lintas.
Selain itu, analisis mengenai dampak lalu lintas (ANDALALIN) yang seharusnya menjadi syarat penting dalam proyek ini, tidak terlihat dilaksanakan.
Padahal, ANDALALIN diperlukan untuk mengukur dampak proyek terhadap lalu lintas di lokasi yang ramai dan strategis ini. Tanpa adanya evaluasi tersebut, proyek dikhawatirkan memperparah kemacetan dan membahayakan pengguna jalan.
Menanggapi situasi ini, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gorontalo, Harun Alulu, melontarkan kritik tajam terhadap pengelolaan proyek tersebut.
“Kami sangat menyayangkan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek yang seharusnya berfokus pada pemulihan ekonomi. Dana PEN seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk menguntungkan segelintir orang,” ujarnya.
Harun juga mempertanyakan proses penunjukan kontraktor baru yang dinilai tidak transparan.
“Pengangkatan kontraktor tanpa prosedur yang jelas sangat tidak bisa diterima. Ini hanya memperpanjang masalah yang sudah ada,” tambahnya.
Lebih lanjut, Harun juga mendesak agar pihak berwenang segera mengambil tindakan tegas dalam memeriksa proses penunjukan kontraktor baru dan memastikan proyek ini berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Selain itu, ia juga menuntut peningkatan pengawasan terhadap keselamatan kerja untuk mencegah potensi bahaya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi proyek.
“Kasus ini tidak hanya mengindikasikan dugaan korupsi dalam proyek publik, tetapi juga memperlihatkan lemahnya tanggung jawab sosial dan hukum yang dapat merugikan masyarakat luas di Gorontalo,” tukas Presiden BEM Universitas Gorontalo, Harun Alulu. (ARL)