SIKLUS-INDONESIA.ID, GORONTALO.- Pekan ini ratusan Aparat Desa Se-Kabupaten Gorontalo terinformasi akan melakukan demo atau unjuk rasa besar-besaran di Kantor Bupati Gorontalo dan DPRD Kab. Gorontalo guna menyampaikan tuntutan atas hak-hak mereka terkait belum terbayarnya Siltap (Penghasilan Tetap)/Gaji Kepala Desa (Kades), Perangkat Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kabupaten Gorontalo selama tiga bulan.
Tokoh masyarakat Kabupaten Gorontalo yang juga anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Umar Karim menaruh perhatian serius dan angkat bicara atas persoalan ini.
Kepada media ini, Umar Karim menyampaikan jika sebelumnya pada hari Kamis (5/12/2024), belasan perangkat desa mendatangi Komisi I DPRD Provinsi untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Umar Karim, yang akrab disapa UK, menyatakan bahwa Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo akan menindaklanjuti aduan tersebut sesuai kewenangan yang dimiliki. Dari data yang disampaikan oleh perangkat desa, terdapat dugaan bahwa alokasi anggaran dari APBD Kabupaten Gorontalo untuk Alokasi Dana Desa (ADD) tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Data awal yang diberikan oleh perangkat desa terdapat Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Gorontalo yang mengatur besaran alokasi ADD dalam APBD Tahun Anggaran 2024 diduga tidak sesuai besaran yang ditentukan dalam perundang-undangan,” ucap UK pada Senin (09/12/2024).
Menurut Umar Karim, besaran ADD ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang mengharuskan paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota setelah dikurangi DAK (Dana Alokasi Khusus), lalu pada pertengahan tahun 2024 UU No. 6 Tahun 2014 tersebut diubah dengan UU No. 3 Tahun 2024 yang mengharuskan daerah mengalokasikan ADD paling sedikit 10% dari DAU dan DBH yang diterima kabupaten/kota.
“Jika ini benar, maka hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang,” tegas UK.
Umar Karim juga merasa heran bagaimana Perbup tersebut dapat lolos evaluasi atau fasilitasi oleh Gubernur. Setiap Perbup terkait anggaran, katanya, seharusnya dievaluasi atau difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi.
“Bagaimana bisa Perbup seperti ini mendapatkan nomor register jika tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan?. Jika ada kelalaian, maka Gubernur atau tim Pemerintah Provinsi yang bertugas mengevaluasi atau fasiltasi Perbup ikut berkontribusi belum terbayarnya gaji Kades, Perangkat Desa dan BPD selama tiga bulan,” ujarnya.
Menindak-lanjuti masalah tersebut, Umar Karim menyampaikan bahwa Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo berencana menggelar rapat dengan Pemerintah Provinsi serta pihak terkait lainnya untuk membahas masalah ini. Selain itu, Komisi I juga akan menelusuri Perbup lain yang mengatur alokasi anggaran seperti bagian 10% hasil pajak daerah dan retribusi daerah yang menjadi hak desa.
“Bahkan tak hanya masalah di Kabgor, kami juga akan memastikan besaran ADD dan bagi hasil pajak serta retribusi daerah yang diterima desa di seluruh kabupaten se-Provinsi Gorontalo apakah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”, tutupnya.
Dengan perhatian serius dari Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo, diharapkan masalah kurangnya dana transfer yang bersumber dari APBD yang diterima setiap desa tidak terjadi lagi sehingga kasus tidak terbayarkannya Siltap/Gaji Kades, Perangkat Desa dan BPD, seperti yang terjadi di Kabgor tidak terulang lagi.