Thu. Oct 2nd, 2025

SIKLUS-INDONESIA.ID, MANADO – Disebutnya “petunjuk atasan” yang jadi pedoman pengecualian proses pencairan dana hibah ke Sinode GMIM, mendorong aktivis ‘menantang’ majelis hakim menghadirkan sosok dimaksud.

Tantangan ini disampaikan Ketua Pelopor Angkatan Muda Indonesia Perjuangan (PAMI-P) Sulawesi Utara, Jonathan Mogonta, menyikapi fakta persidangan kasus itu.

“Hingga sidang keempat hari ini, baik saksi maupun terdakwa menyebut adanya peran atasan dalam proses pencairan dana hibah ke GMIM. Kenapa tokoh ini tidak dihadirkan saja oleh majelis hakim,” ujarnya di sela-sela sidang di PN Manado, Rabu (24/9/2025).

Menurut dia, sejak persidangan kedua, para saksi sudah menyebut adanya perintah mendesak dari pejabat Pemprov dan mengarah pada Asisten I yang dijabat Denny Mangala dalam proses pencairan dana hibah itu, khususnya yang berkaitan dengan Perkemahan Pemuda Sinode GMIM.

“Tadi saja, Fereydy Kaligis, Kepala Biro Kesra yang jadi terdakwa menyebutkan adanya perintah atasan yang menjadi pengecualian pencairan dana hibah ke GMIM, meskipun berkasnya belum lengkap, tetap bisa (dicairkan). Ini fakta yang diucapkan di persidangan, bukan di warung kopi,” ujar Jonathan Mogonta menegaskan.

Dalam sidang keempat ini, saksi Silvia Silvana Tarandung, staf di Biro Kesra Setda Provinsi Sulut, mengungkapkan peran tersebut.

“Proses jo Sil karena bapak so ja dapa marah dari pimpinan (diproses saja karena bapak sudah dimarahi pimpinan,” tutur saksi ini menirukan perkataan Kaligis yang menjadi atasannya di Biro Kesra.

Pun demikian dengan Fereydy Kaligis. “Khusus untuk GMIM, tetap diproses pencairannya meski belum lengkap berkas, bila ada petunjuk pimpinan,” paparnya pada majelis hakim yang diketuai Achmad Petten Silli.

Jonathan menilai, pimpinan yang dimaksudkan Kaligis itu mengarah pada Asisten I yang menjadi atasan langsung Kepala Biro Kesra.

Apalagi, kata dia, dalam kepanitiaan Perkemahan Pemuda Sinode GMIM yang mendapatkan bantuan dana hibah Rp 500 juta itu, Denny Mangala duduk sebagai Ketua Harian.

“Karena untuk perkara ini, beliau sudah pernah dimintakan keterangan oleh Polda Sulut, malah sampai 11 jam diperiksa,” ujar Jonathan Mogonta.

Dengan demikian, Ketua LSM PAMI-P ini menilai keterangan Denny Mangala sudah cukup dijadikan dasar.

“Fakta persidangan yang jelas-jelas mengungkap peran beliau dalam proses dana hibah 500 juta untuk acara perkemahan, telah melengkapi bila aparat membutuhkan dua alat bukti,” tambah aktivis ini.

Jika dua alat bukti ini sudah terpenuhi, menurut dia, tidak ada alasan bagi majelis hakim membiarkan Denny Mangala lepas dari tanggung jawab.

Prinsip equal before the law harusnya diterapkan juga dalam kasus ini,” ujarnya.

Kesetaraan di hadapan hukum, menurut Jonathan adalah landasan penting dalam sistem hukum modern yang menjamin bahwa setiap individu memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum.

Implementasinya bahwa semua warga negara harus diperlakukan sama oleh hukum tanpa memandang status sosial, ekonomi, ras, agama, atau latar belakang lainnya.

“Dari prinsip ini sudah sangat jelas, tidak ada kekebalan hukum, tidak ada individu atau kelompok yang kebal atau mendapatkan hak istimewa di atas hukum. Hal ini juga berlaku bagi para pejabat negara,” tuturnya bersemangat.

Akses keadilan yang setara, bahwa setiap warga berhak mendapatkan perlindungan hukum dan akses yang sama untuk memperoleh keadilan, termasuk hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil.

Dalam menerapkan hukum yang adil, menurutnya, parat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan hakim, harus bertindak secara adil dan imparsial, tanpa memihak atau melakukan diskriminasi.

Jonathan mendasari pandangannya soal status Denny Mangala ini pada landasan hukum di Indonesia yang dijamin oleh konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (1).

Bunyi pasal itu adalah “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Kemudian Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

“Tidak ada alasan lagi membiarkan Denny Mangala lepas tanggung jawab. Apalagi bila kemudian tanggung jawabnya ditempatkan kepada orang lain,” pungkas aktivis ini dengan nada gemas.(dkg)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *