Wed. Jul 30th, 2025

Siklus-Indonesia.Id, Teluk Bintuni, Papua Barat — Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari kembali mengangkat persoalan mangkraknya proyek pembangunan Jembatan Kali Obie di Kampung Idoor, Distrik Wamesa, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.
Direktur Eksekutif LP3BH, Yan Christian Warinussy, menyampaikan bahwa proyek pembangunan jembatan tersebut menelan anggaran sebesar Rp2,5 miliar dari APBD Teluk Bintuni Tahun Anggaran 2023.

Namun, hingga kini proyek belum rampung dan tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

“Akibat keterlambatan dan ketidaksungguhan dalam pelaksanaan proyek ini, warga terpaksa membangun jembatan darurat dari kayu. Itu hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki,” ungkap Warinussy dalam keterangannya di Manokwari, Selasa (2/7/2025).

Menurut Warinussy, keberadaan jembatan sangat vital bagi aktivitas masyarakat Kampung Idoor. Jembatan tersebut merupakan penghubung utama bagi transportasi, distribusi logistik, serta akses pendidikan dan kesehatan.
Ia menegaskan bahwa pihaknya mencium adanya indikasi kuat dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan proyek tersebut.

“Kami mendesak agar aparat penegak hukum (APH) segera bertindak,” ujar Warinussy.

LP3BH meminta aparat untuk segera memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait. Antara lain Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), penyedia jasa, hingga pelaksana lapangan proyek.

Warinussy juga meminta agar pemberi dana atau pemangku jabatan di instansi teknis, termasuk Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Teluk Bintuni turut dimintai keterangan.

Ia menyebutkan bahwa pengusutan ini perlu dilakukan sesuai dengan prosedur hukum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. “Proses ini harus berjalan demi tegaknya keadilan dan transparansi anggaran negara,” kata warinussy, dikutip dari Jerat Fakta.Com.

Menurut LP3BH, proyek Jembatan Kali Obie bukan satu-satunya kegiatan infrastruktur yang bermasalah. Mereka mencatat banyak proyek jalan dan jembatan bersifat “fiktif” di masa kepemimpinan mantan Bupati Petrus Kasihiuw.

“Modus operandi seperti ini berpotensi menjadi skema korupsi berjamaah yang terstruktur dalam birokrasi Teluk Bintuni,” lanjut Warinussy dengan nada tegas.

Dugaan praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) juga menyeruak dalam proses perencanaan dan penganggaran proyek-proyek tersebut. Hal ini diperkuat dengan minimnya transparansi kepada publik.

LP3BH mendesak agar Bupati dan Wakil Bupati saat ini, Yohanes Manibuy dan Joko Lingara, menjadikan penanganan proyek-proyek bermasalah sebagai agenda prioritas. “Pemimpin baru harus berani membongkar warisan buruk masa lalu,” tambahnya.

Warinussy mengingatkan bahwa pembangunan yang tidak tuntas bukan hanya soal kerugian negara, tetapi juga soal pelanggaran terhadap hak-hak dasar masyarakat, terutama akses terhadap infrastruktur dasar.

LP3BH menyatakan akan segera menyampaikan laporan resmi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Tinggi Papua Barat, dan Kepolisian Daerah Papua Barat untuk menindaklanjuti dugaan korupsi ini.

Terakhir, Warinussy mengajak seluruh elemen masyarakat sipil dan media massa untuk ikut mengawasi proyek-proyek infrastruktur agar tidak menjadi ladang korupsi yang merugikan rakyat kecil. (U.N)

By Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *