SIKLUS-INDONESIA.ID, Jakarta – Menjelang rilis perdananya di jaringan bioskop XXI, para seniman, budayawan dan cendekiawan akan mengulas tuntas ‘Mariara’, film karya anak-anak Manado yang disutradarai Veldy Reynold Umbas.
Tiga seniman ibukota, masing-masing Tommy F Awuy, Garin Nugroho dan Boy Worang, akan tampil sebagai Pembicara pada Peluncuran dan Diskusi Film “Mariara” karya Veldy di Gedung Paguyuban Wayang Orang Bharata, Senen, Jakarta Pusat, Senin siang (30/9/2024).
Producer “Mariara” Merdy Rumintjap menegaskan, Peluncuran dan Diskusi Film “Mariara”, digelar sebelum dirilis umum di XXI November 2024 mendatang.
Selain ketiga pembicara tersebut, juga akan tampil tiga penanggap dari unsur budayawan dan cendekiawan, yaitu Benny Matindas, Audy Wuysang, dan Reiner Ointoe. Diskusi akan dipandu moderator cantik Miss Grand Indonesia 2018, Sabrina Malik Kamdani.
Tommy F Awuy yang merupakan Dosen Filsafat Universitas Indonesia (UI) dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini akan membahas dari sisi karya film dan estetikanya. Kemudian Garin Nugroho sebagai Dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini akan menyoroti soal peran sinematografi, skenario cerita dan cara penyutradaraannya. Begitu juga Boy Worang sebagai seniman dan gitaris akan memberikan pqndangannya dari sisi estetika dan latar belakang aransemen musik sebuah film.
Merdy Rumintjap menjelaskan, “Mariara” adalah film dengan genre horror thriller produksi Gorango Production yang bermarkas di Manado. Film ini sebagian besar adalah karya putra-putri Sulawesi Utara, baik penyutradaraannya, penggarapan, pemain, lokasi syuting dan kru umumnya dari Manado,
“Film ini banyak mengambil latar belakang budaya Minahasa yang sarat dengan kekristenan. Penyajiannya menggunakan bahasa melayu Manado dengan subtitle bahasa Indonesia. Film ini digarap cukup apik dengan durasi kurang lebih 1 jam 37 menit,” tambah Merdy seperti dilansir mediaaku.com.
Menurut sutradara Veldy Reynold, “Mariara” digarap menggunakan struktur cerita multiplot, sehingga film ini memancing logika berpikir penonton. Meski begitu, penyajiannya cukup sederhana dengan perpindahan scene yang cepat.
Sinopsis film ini bercerita tentang praktek ilmu hitam di salah satu kampung di tanah Minahasa, yang ternyata berada di balik pelayanan Gereja.(dkg)