SIKLUS-INDONESIA.ID, Manado – Sulawesi Utara patut berbangga. Film “Mariara” garapan putra-putri Manado berhasil tembus di salah satu bioskop terbesar, XXI dan siap tayang November 2024 mendatang.
Meski cukup lama menunggu sekitar lima tahun, film “Mariara” yang disutradari Veldy Reynold dengan Producer Merdy Rumintjap, merupakan film layar lebar produksi perdana Gorango Production, yang bermarkas di Manado.
Finishing “Mariara”, film dengan genre horror thriller, mengambil latar belakang budaya Minahasa yang sarat dengan ke-Kristenan, memang membutuhkan waktu lama, mulai dari pra produksi, syuting hingga proses produksi.
Karena itu, film ini menjadi alternatif tontonan yang berbeda. Meski sebagian dialognya menggunakan bahasa melayu Manado dengan subtitle bahasa Indonesia, “Mariara” digarap begitu apik dalam tempo yang cukup cepat berdurasi sekitar 1 jam, 37 menit.
Cerita “Mariara” menurut sutradara Veldy Reynold digarap menggunakan struktur cerita multiplot, sehingga film ini memancing logika berpikir penonton, meski penyajiannya cukup sederhana dengan perpindahan scene yang cepat.
Veldy menambahkan, sinopsis Film ini bercerita tentang praktek ilmu hitam di salah satu kampung di tanah Minahasa, yang ternyata berada di balik pelayanan Gereja.
“Mariara ini mungkin ini salah satu film terlama yang dibuat di Indonesia. Pra produksinya sejak 2018, proses syuting pada 2019, dan proses produksi di awal 2024. Sempat macet karena ada beberapa adegan harus dilakulan kembali,” kata Producer Merdy Rumintjap, kepada sejumlah media di Jakarta, Senin (9/92024).
Dia mengungkapkan ada banyak kendala yang jadi penyebab mandeknya produksi film ini. Misalnya medan lokasi syuting yang terlalu berat, hingga deraan pandemi Covid-19 di 2020.
“Tantangannya memang banyak, namun tekad kami sangat kuat untuk menyelesaikan film sebagai karya anak daerah sekaligus ingin memperkaya khasanah perfilman nasional dari Sulawesi Utara,” tutur Merdy.
Selain kendala yang sudah disebutkannya itu, Merdy mengungkapkan juga, di tengah proses syuting ada sejumlah pemain yang sudah dipanggil Yang Maha Kuasa, sehingga pihaknya harus melakukan sejumlah penyesuaian agar film ini bisa dilanjutkan. Termasuk tantangan yang sifatnya mistis, mungkin karena kata “Mariara” yang digunakan sebagai judul film ini yang oleh masyarakat setempat agak tabu dibicarakan di tempat umum.
“Memang setiap kali kami ingin menuntaskan film ini, ada saja kendala yang datang. Misalnya, ada pemain yang tidak mau lagi melanjutkan syuting, padahal scene-nya sudah banyak yang ditake. Bahkan ketika di post production, sering sekali terjadi file error tanpa sebab,” tambah Merdy, yang belum lama ini menyelesaikan studi S3-nya.
Namun demikian, mantan Jurnalis ini bersyukur berkat doa dan dukungan masyarakat Sulawesi Utara dan pecinta film di Indonesia, akhirnya film besutan Sutradara Veldy Reynold dan Almarhum Jeffrey Luntungan itu bisa tuntas diproduksi dan bahkan mulus diterima XXI dengan baik. “Padahal kompetisinya sangat ketat. Puji Tuhan, Mariara mendapat kesempatan tayang tahun ini,” tambahnya.
“Kami memberikan apresiasi besar kepada XXI yang sudah melihat secara obyektif film ini, yang meskipun diproduksi oleh anak-anak daerah dengan konten materi kearifan lokal, namun XXI sangat terbuka dan obyektif memberikan ruang untuk berkembangnya perfilman nasional dari daerah,” imbuh Merdy. (*/dkg)