SIKLUS-INDONESIA.ID, MANADO – Gugatan praperadilan dana hibah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) kepada Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM) akan memasuki babak akhir.
Santrawan Totone Paparang, kuasa hukum Asiano Gemmy Kawatu (AGK) pejabat Pemprov Sulut yang ditahan Polda, mengatakan apapun putusan hakim akan diterima. “Menang-kalah bukanlah tujuan utama, kami hanya ingin membuktikan kepada publik tindakan hukum yang sebenarnya,” ujarnya seusai sidang, Rabu (11/6/2025).
Koordinator kuasa hukum AGK itu berpendapat, GMIM sebagai korporasi / lembaga adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam perkara dana hibah Pemprov Sulut ini.
Sebelumnya, Santrawan dan tim mempertanyakan peran Olly Dondokambey saat menjabat Gubernur Sulut. Sebagai pemutus akhir dalam proses pemberian dana hibah ini, sedikitpun Bendahara Umum DPP PDIP itu tak disentuh, apalagi ditersangkakan.
Sebaliknya kata Santrawan, kliennya yang dijadikan tersangka oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Sulut, merupakan tindakan keliru atau salah alamat.
Menurut alumni fakultas hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) dengan predikat cum laude itu, AGK tidak dapat dijadikan tersangka karena bukanlah pelaku perjanjian, baik selaku pemberi atau pun penerima hibah.
Keterkaitan AGK dalam perjanjian tersebut, kata dia, hanyalah sebatas saksi, meski kapasitasnya pada waktu itu sebagai penjabat Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sulut.
“Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Manado ini bukan perkara personal atau perorangan, tetapi lebih mengarah kepada keterlibatan yayasan atau badan hukum milik Sinode GMIM, sebagai penerima dana hibah,” beber Santrawan.
“Dari fakta – fakta persidangan, sangat jelas kalau klien kami bukanlah orang yang tepat untuk dijadikan tersangka. Kami bersyukur, karena mampu membuktikan dalil pra peradilan dalam persidangan,” tambah San, panggilan akrab Santrawan, didampingi AGK dan tim kuasa hukum lainnya.
Disebutkan, dana yang diberikan Olly Dondokambey sewaktu menjabat Gubernur Sulut, ditransfer langsung ke rekening GMIM, sehingga dalam ajaran hukum pidana, keliru jika yang bertanggung jawab adalah personal, dalam hal ini adalah AGK.
Santrawan mencontohkan perkara serupa yang digelar di PN Jakarta Pusat (JakPus), dimana korporasi ditetapkan sebagai tersangka. Alasan itulah yang menguatkan keyakinan pihaknya, kalau perkara tersebut tidaklah tepat jika tersangkanya ditujukan kepada AGK.
Hanafi Saleh, S.H, kuasa hukum AGK lainnya, menegaskan kalau kliennya itu merupakan pihak yang dikorbankan. Hal itu disampaikan Hanafi, menyusul tidak adanya bukti yang menyebutkan kliennya itu terlibat dalam perjanjian hibah tersebut.
“Selama persidangan, tidak ada satu pun faktor yang secara detail dari pihak termohon maupun saksi ahlinya mampu membuktikan, seberapa jauh keterlibatan klien kami dalam tindak pidana korupsi dana hibah,” ujar Hanafi.
Sementara Zemmy Leihitu, S.H, dalam tanggapannya sependapat dengan keterangan yang disampaikan Santrawan dan Hanafi. Dia mengatakan, yang wajib bertanggung jawab dalam perkara tersebut, adalah pemberi dan penerima dana hibah.(dkg)